Di Malang Selatan, tanah amblas 2 hingga 10 meter dalam radius satu kilometer. Batu-batu menggelundung di perut bumi. Bersimbah peluh Adi Susilo, 43 tahun, menyusuri jalan setapak yang mengular, naik-turun perbukitan sejauh tiga kilometer. Sambil mencangklong ransel berisi peralatan ukur geologi, dia bersama dua rekan satu tim, Rabu pekan lalu, menuju Dukuh Senthong, Bantur Timur, Kecamatan Bantur. Senthong merupakan daerah terisolasi, 55 kilometer di selatan Malang, Jawa Timur.Senthong berada di daerah kapur. Untuk mencapai dukuh ini hanya tersedia akses berupa jalan setapak. Meskipun bertanah kapur, daerah ini cukup subur. Terdapat sawah dengan luas lebih dari 40 hektare. Irigasi berasal dari air Sungai Jubel dan Sungai Barek. Lahan tegalan di bawah gunung kapur banyak ditanami palawija, atau saat musim hujan ditanami padi gogo --padi tadah hujan.Meskipun terpencil, pekan lalu daerah itu menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten Malang. Hal ini berkaitan dengan amblasnya tanah di Senthong. Pusat Kajian Kebumian dan Mitigasi Bencana Universitas Brawijaya (Unibraw), Malang, telah melakukan penelitian di Senthong. Hasil kajian tim yang dikoordinasi Adi Susilo itu menunjukkan, amblasnya tanah cukup signifikan. “Tanah amblas bervariasi, mulai 2 meter hingga 10 meter,” katanya. Radius tanah yang amblas juga cukup jauh, yaitu satu kilometer.Akibatnya, 24 kepala keluarga yang mendiami dukuh itu buru-buru mengungsi sebelum “ditelan bumi”. Semula hanya 21 keluarga yang meninggalkan kampung itu. Sedangkan tiga keluarga bertahan karena tak punya duit untuk pindah. “Mereka akhirnya mengungsi setelah mendapat bantuan dari kabupaten Rp 2,5 juta,” Adi menceritakan.
(KLIK PADA GAMBAR UNTUK MEMPERBESAR)


sumber: Majalah Gatra
No comments:
Post a Comment